Mungkin
Anda pernah mendengar istilah "Jomblo Jatuh Tempo" yang pernah
menjadi tema di salah satu program “Mario Teguh Golden Way”. “Jomblo Jatuh
Tempo” istilahnya menohok banget ya, tentunya yang paling tertohok
adalah para jomblo yang sampai sekarang belum juga mendapatkan
pasangannya padahal target nikah sudah diujung tanduk. Opss.
Menikah?
Sebuah kata yang mungkin menjadi impian dan idaman banyak orang. Sebagian
mengatakan dengan menikah kita akan menemukan pelabuhan hidup kita. Sebagian
lainnya mengatakan dengan menikah kita akan menjadi lebih bahagia dalam
menjalani hidup ini. Sebagiannya lagi mengatakan dengan menikah kita akan dapat
melanjutkan keturunan kita. Yang menjadi pertanyaan sebenarnya seberapa
pentingkah menikah itu?
Untuk
para jomblo (termasuk saya, hehe), mungkin sudah banyak sekali membaca tulisan
yang memotivasi dan menguatkan jomblowers untuk tetap kuat dalam
menjalani hidup dengan status kejombloannya. Beberapa tulisan ada yang
menjelaskan betapa bahagianya menjalani hidup lajang, kita bebas menikmati
hidup kita, bebas berkumpul dengan teman-teman, bebas hang out, bebas
pergi dan melakukan hal apa saja yang kita suka. Memang tulisan tersebut
ada benarnya, namun sampai kapan kita bertahan dengan ‘kebebasan’ itu?
Ketika
usia kian merangkak naik, kita dipusingkan dengan pertanyaan orang tua “kapan nak kamu mau mengenalkan pacarmu?”. Kita dibuat gila oleh gunjingan
para tetangga “Pacarnya siapa? Dari mana? kapan mau menikah?” dan parahnya kita menjadi stress ketika
bertubi-tubi mendapatkan undangan nikah dari teman kita. Lalu mungkin timbul
pertanyaan “Kenapa menikah seakan menjadi keharusan sih, padahal saya sudah (cukup) bahagia dengan hidupku sekarang.”
Sudah
menjadi kodrat, manusia memerlukan suatu pelabuhan yang menjadi tempat
untuk berbagi kebahagiaan, masalah, air mata, tawa dan tangis, karena sejatinya
manusia membutuhkan tempat untuk menuangkan apa yang dirasanya. Contoh
gampangnya saja, ketika kita memiliki masalah kita pasti ingin berbagi cerita
masalah ini pada seseorang. Walapun kita belum menemukan solusinya, paling
tidak dengan berbagi cerita kita akan menjadi lebih plong.
Dengan
menjadi lajang mungkin kita akan bebas lepas melakukan apa saja. Namun ketika
kita pulang kita akan merasa ‘sendiri’. Memang kita memerlukan “Me Time” tapi
terkadang “Me Time” juga ada kadarnya. Sebagai makhluk sosial tidak dipungkiri
kita memerlukan orang lain untuk menopang hidup kita. Betulkan? hehehe
Ketika
kita menikah ada seseorang yang mungkin selalu setia mendampingi hidup kita baik kala
suka dan duka. Ketika kita lelah dan capek dengan semua urusan kantor ada istri
yang menyambut kita dengan senyuman manisnya dan secangkir kopi nikmat. Ketika
kita memiliki masalah ada pacar/istri yang siap mendengarkan semua curahan hati kita.
Ketika kita sakit ada seseorang yang akan dengan setia dan penuh kasih merawat
kita sampai sembuh. Kebahagiaan itu akan semakin bertambah dengan kehadiran
sang buah hati yang tawa dan candanya saja sudah cukup membuat hati kita
buncah dengan kebahagiaan. Indahnyaaaa...............
Untuk
kita yang masih membayangkan indahnya menikah padahal masa jomblo kita sedang
mendekati jatuh tempo tetaplah berpikir optimis, lakukan semaksimal apa yang
kita bisa lakukan. Kalau kita sedang naksir seseorang, kenapa kita tidak mulai
bergerak untuk mendekatinya sebelum diambil alih oleh orang lain. Kalau kita masih
belum punya gebetan kenapa kita tidak mencoba untuk memperluas pergaulan,
mengikuti organisasi, berkunjung ke tempat teman siapa tahu nanti kita
akan dapat gebetan.
Kadang
dengan menetapkan tempo memberi kekuatan bagi kita untuk segera memenuhi target
sebelum tempo itu jatuh. Meminjam istilah the power of kepepet, semakin kita
kepepet semakin besar usaha yang akan kita lakukan dan semoga kemungkinan
untuk berhasil juga semakin besar jangan lupa untuk diiringi dengan doa
tentunya.
Untuk
para jomblo yang sudah mendekati jatuh tempo teruslah berusaha semaksimal
mungkin semasih belum jatuh tempo, soal hasil akhirnya pasrahakan saja sama
yang di Atas, kan hanya yang di Atas yang tahu terbaik buat kita. Yang kita pikir tidak baik pun belum tentu tidak baik untuk kita. Semangaatt
This is the Author Bio Box
Enter short description about yourself here
Get more from Unknown on Google+ and Twitter
0 komentar: